Kamis, 14 November 2013

Manusia dan Penderitaan


Perubahan tidak akan datang jika kita menunggu orang lain atau lain waktu. Diri kitalah yang ditunggu-tunggu. Diri kitalah perubahan yang kita cari –Barack hussein Obama

Orang yang sukses mempunyai semangat seganas gelombang lautan dan tekad sekeras baja. Sebelum sukses tidak akan mundur! –Andrie Wongso

Besarnya sukses Anda ditentukan oleh seberapa kuat keinginan Anda; ditentukan oleh seberapa besar mimpi Anda; dan ditentukan oleh kecakapan Anda dalam mengatasi kekecewaan yang Anda alami –Robert T. Kiyosaki.

    Kehidupan bagaikan roda yang terus berputar, ada kalanya kita berada dibawah dan ada kalanya juga kita berada diatas. Dalam menjalani kehidupan ini, untuk mencapai sebuah kebahagiaan dan kesuksesan yang merupakan sebuah satu kesatuan diperlukan adanya Doa, Usaha, Ikhtiar dan Tawakal. Seseorang pasti pernah atau sedang merasakan penderitaan dalam hidupnya, tetapi kita sebagai manusia harus menemukan jalan keluar yang bisa merubah penderitaan itu menjadi sebuah kebahagiaan yang dimulai dari diri kita sendiri dengan niat dan usaha yang sungguh-sungguh, contohnya seperti kisah Tri Sumono dibawah ini :



    Tri Sumono, pria kelahiran Gunung Kidul 7 Mei 1973 kini menjadi seorang pengusaha yang sukses. Tri tidak pernah menyangka hidupnya bisa menjadi seperti ini. Berawal dari tekad Tri merantau ke Jakarta pada tahun 1993 yang hanya membawa tas berisi kaus dan ijazah SMA , kini tri menjadi pengusaha yang mempunyai omzet ratusan juta rupiah per bulan. 

   Pada saat itu, Tri tidak memiliki keahlian apa-apa. Untuk bertahan hidup, Tri tidak memilih milih pekerjaan, ia menjadi kuli bangunan di daerah Ciledug, Jakarta Selatan, namun tidak lama setelah menjadi kuli bangunan Tri mendapatkan tawaran menjadi tukang sapu di Kompas Gramedia Palmerah, Jakarta Barat. Tri berpikir bahwa tukang sapu jauh lebih mudah dibandingkan menjadi kuli bangunan. Setelah menjadi tukang sapu, Tri naik pangkat menjadi  office boy karena kinerjanya yang memuaskan. Lambat laun karirnya terus menerus meningkat menjadi tenaga pemasar dan penanggung jawab gudang.

    Pada tahun 1995 Tri mencoba mencari tambahan pendapatan dengan berjualan aksesori di Stadion Gelora Bung Karno setiap hari Sabtu dan Minggu. Tri menjalani hidup sebagai penjual kalung, gelang, jepit rambut dan aksesori lainnya dengan hanya bermodalkan Rp.100.000. Pada saat itu Tri sudah mempunyai keluarga dengan dua orang anak. Dua tahun berjualan, modal dagangan Tri mulai terkumpul banyak, Tri berpikir berjualan lebih menjanjikan ketimbang menjadi karyawan dengan gaji yang pas-pasan. Sehingga pada tahun 1997, Tri mundur dari pekerjaanya menjadi karyawan dan mulai fokus untuk berjualan.

    Dari keuntungan berjualan selama dua tahun terakhir, Tri berhasil membeli kios didaerah Mal Graha Cijantung. Bisnis aksesorinya pun pindah ke kios tersebut. Setelah pindah ke Cijantung bisnis aksesori yang digelutinya pun meningkat tajam.

    Pada tahun 1999 seseorang datang untuk menawar kios berikut usaha aksesorinya dengan harga yang tinggi. Tri kemudian melepas kios tersebut. Dari tabungan selama ia berdagang ditambah hasil penjualan kios, Tri membeli rumah di Pondok Ungu, Bekasi Utara. Berawal dari pengalamannya selama berdagang, Tri mulai merintis kembali untuk membuka usaha toko sembako dan membangun 10 rumah kontrakan dengan harga miring. Rumah kontrakan Tri lebih diutamakan untuk para pedagang keliling, yang pada akhirnya para pedagang keliling itu sendiri yang menjadi pelanggan tetap toko sembakonya.

   Pada tahun 2006, Tri berpikir bahwa ia mempunyai peluang untuk bisnis sari kelapa. Akhirnya Tri berusaha untuk mendalami proses pembuatan sari kelapa. Dari informasi yang didapatkan Tri, sari kelapa merupakan hasil fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum, akhirnya Tri membeli bakteri tersebut dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor.

   Tri mulai memproduksi sari kelapa dan mulai memasarkannya ke sejumlah perusahaan minuman. Sebagian perusahaan minuman mau menampung sari kelapa hasil produksinya tetapi lambat laun perusahaan minuman tersebut tidak mau lagi menerima karena kualitas sari kelapa milik Tri menurun.

    Akhirnya Tri berhenti memproduksi dan mencoba untuk belajar kembali. Dengan bantuan seorang dosen Institut Pertanian Bogor (IPB), Tri mencoba mendalami bagaimana memproduksi sari kelapa dengan kualitas yang lebih baik. Dengan keseriusan dan keuletan, Tri belajar dan  berhasil melawati berbagai serangkaian uji coba produksi sari kelapa dengan hasil yang bagus, Tri pun mencoba memproduksi kembali sari kelapa buatannya. Ia memproduksi 10.000 nampan atau senilai Rp 70 juta. Hasilnya ternyata memuaskan dan banyak perusahaan minuman yang menerima sari kelapa produksi Tri. Dimulai dari sini usahanya terus berkembang dan maju.

    Tri sumono kemudian banyak mengelola cabang usaha seperti produksi kopi jahe sachet merek Hootri, peternakan burung, pertanian padi dan jahe, jual beli properti , penyediaan jasa pengadaan alat tulis kantor (ATK) ke berbagai perusahaan, serta menjadi franchise produk Ice Cream Campina. Dari berbagai usahanya itu, ia bisa mendapatkan omzet hingga Rp 500 juta per bulan. Keuletan dan ketekunan menjadi modal utama Tri dalam berbisnis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar